Menu

Mode Gelap
Sejarah Terorisme Dunia TREN: Napi Narkoba Terpapar Terorisme Deradikalisasi CEGAH Intoleransi, Radikalisme dan Terorisme. SIAPA TAKUT !! Pembunuhan-Pembunuhan Dalam Khilafah Bani Umayyah di Andalusia. Bosco Odonga

Artikel · 1 Mei 2023 07:00 WIB ·

HOMO HOMINI LUPUS


 HOMO HOMINI LUPUS Perbesar

Bertahun-tahun bumi ini berlumuran darah sejak ideologi kekuasaan mulai mendominasi manusia. Kebenaran pepatah Romawi “manusia adalah serigala bagi manusia,” adalah majas yang tidak pernah sepenuhnya pudar.

Perang internasional, perang saudara, genosida dan terorisme, mewariskan tragedi yang melukai kehidupan banyak manusia, terutama mereka yang lahir sebelum akhir Perang Dingin.

Sejak tahun 1900, kekerasan lintas ideologi politik telah menewaskan lebih dari 100 juta orang, yang sebagian besar adalah warga sipil. Setelah itu, peradaban politik berbasis primordial mulai menggantikan konflik Perang Dingin sebagai titik nyala pertumpahan darah.

baca juga: EKS Teroris JAD Galang Dana Dalih Korban Gempa Cianjur: Siapakah Jamaah Ansharut Daulah (JAD) ?

Samuel Huntington mengingatkan ini 30 tahun silam dalam “Clash of Civilization”, bahwa sektor primordial semakin mendominasi arus utama ekspresi politik.

Sebuah pilihan yang sengaja dijalankan oleh banyak organisasi politik demi alasan strategis yang membuahkan hasil lebih instan dibanding cara psikologis atau sosial.

Dan hampir semuanya berujung kepada konflik. Sejak kerusuhan etnis di Rwanda, genosida Darfur dan Balkan, kepentingan politik kerap mengalir dalam kekerasan tanpa iba.

baca juga: Terorisme dan Agama

Pembakaran masjid dan gereja oleh kelompok Hindu garis keras di India, persekusi Ashin Wiratu terhadap suku Rohingya di Myanmar, brutalitas ISIS di Iraq dan Suriah, semakin mempertegas bahwa manusia masih tetap menjadi serigala bagi manusia lainnya.

Intervensi “shifting strategy of global power” semakin menambah runyamnya pertarungan politik di negara-negara berkembang. Negara adidaya bertarung berebut pengaruh dengan meringkus kedamaian suatu kawasan.

Setelah itu mereka datang sebagai pahlawan setelah “collateral damage” tercipta. Mereka yang menciptakan, mereka juga yang menyelesaikan. Modus konvensional.

Silang sengketa politik membuat orang “saling tebas” di tingkat bawah, sementara kalangan elit cukup mengakhirinya dengan satu kesepakatan sambil menyantap Wagyu Shodoshima dan tertawa bersama.

baca juga: Lashkar-e-Taiba: Kelompok Teroris di Daratan India

Rakyat jelata mengawetkan permusuhan politik dengan saling mencaci, di saat para politisi yang tadinya berseteru, sedang bersulang berbagi konsesi. Itulah ironi.

Rakyat jelata rela berdarah-darah demi politik dalam simbiosis yang misterius; siapa yang mereka bela, dan siapa sebenarnya yang membela mereka.

Maka, “janganlah terlalu mati-matian membela kepentingan politik seperti membela agama”, kata Beta Marashi, “karena Tuhan mematikanmu hanya sekali, tapi politik bisa membunuhmu berkali-kali.”

 

tweet @islah_bahrawi

Facebook Comments Box
Artikel ini telah dibaca 245 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Sejarah Terorisme Dunia

5 Mei 2024 - 20:00 WIB

Terorisme Radikal Teror Intoleran

TREN: Napi Narkoba Terpapar Terorisme

27 April 2024 - 06:30 WIB

Napi NArkoba Teror Terorisme

Deradikalisasi CEGAH Intoleransi, Radikalisme dan Terorisme. SIAPA TAKUT !!

16 April 2024 - 20:00 WIB

Deradikalisasi Cegah Intoleransi, Radikalisme dan Terorisme

Bosco Odonga

5 Mei 2023 - 07:00 WIB

Bosco Odonga

Wanita “Khadija” Somalia.

3 Mei 2023 - 07:00 WIB

Wanita Khadija Somalia

Bujukan Yurisprudensi Agama

27 April 2023 - 07:00 WIB

Bujukan Yurisprudensi Agama
Trending di Artikel