Bagi banyak orang yang dibujuk untuk berperang di Suriah dan Irak hampir tidak mungkin dikatakan tidak termotivasi oleh ajaran agama. Mereka yang tidak tahu apa-apa tentang Al-Qur’an, termotivasi oleh tafsir-tafsir yang diselewengkan melalui guru agama yang juga tidak tahu apa-apa tentang proses penafsiran.
Rata-rata teroris terbujuk oleh yurisprudensi agama yang ditafsirkan sepihak, dimana Tuhan digambarkan sebagai penyuka tontonan kekerasan. “Kemartiran” adalah idiom yang paling sering diselewengkan dan menyasar hampir semua pemeluk agama.
baca juga: Rekruitmen Teroris di Ranah Offline
Dan biasanya ini terjadi ketika berkenalan dengan kepentingan politik. Klu Klux Klan di Amerika dan IRA di Irlandia Utara bukanlah penganut agama yang memegang teguh Alkitab, bahkan sebagian ateis.
Agama hanya alat identifikasi sebagai “bagian dari kami”, dan ini sama berlakunya untuk terorisme yang mengatasnamakan Islam dalam ISIS. Kepentingan politik seringkali menggunakan potongan-potongan ayat sebagai penegas brutalitas atas nama Tuhan.
Secara umum kita sepakat bahwa terorisme tidak beragama, karena tidak ada agama yang menganjurkan terorisme. Jika kita menyebutnya sebagai penyimpangan tafsir agama, itulah faktanya.
baca juga: Syekh Adnan Afyouni: Korban Kebiadaban Teroris
Tafsir-tafsir intoleransi sebagai produk penyimpangan dalam agama adalah bibit yang membuat banyak orang seolah dipaksa Tuhan untuk membenci satu sama lain.
Pemahaman seperti inilah yang dialirkan secara terus menerus, sehingga orang tidak ragu untuk melakukan kekerasan atas nama keimanan. Tentu saja sulit bagi kita untuk percaya bahwa aksi brutal terorisme tidak berhubungan dengan keyakinan tertentu.
Pelaku dan korban adalah fakta yang tidak boleh dipungkiri, yang akhirnya melahirkan berbagai atribusi. Apalagi teroris memang dengan sengaja memakai simbol-simbol agama untuk membangun persepsi publik bahwa kita dan mereka memiliki resiliensi cita-cita yang sama.
baca juga: Peran Teknologi dalam Pendanaan Teroris
Menutup-nutupi (apalagi membela) aksi mereka yang selalu mengatasnamakan ajaran agama, justru semakin memberi mereka ruang kekerasan yang lebih terbuka.
Dan itulah tujuan semua kelompok teror. Mereka menunggangi agama untuk menipu kita semua agar aksi kekerasannya mendapat simpati, brutalitasnya dapat dimaklumi, dan perlawanan terhadap mereka dianggap sebagai pembuntungan terhadap agama.
tweet @islah_bahrawi