Kisah Imam Syafii meninggalkan Madzhabnya demi menghormati Imam Malik
Imam Syafii ra adalah salah satu ulama besar pendiri Madzhab Syafi’I, dilahirkan Ghaza Palestina pada tahun 150 H atau sekitar 767 M. Sebagai ulama yang mencapai tingkat Mujtahid beliau beliau telah mencontohkan bahwa dalam menghadapi perbedaan, ulama harus menyikapinya dengan sikap toleran.
Adalah Imam Syafii memiliki pendapat bahwa Qunut merupakan salah satu Sunnah Ab’adnya Sholat subuh. Sunnah Ab’ad dalam madzhab Syafii adalah sunnah yang memiliki kedudukan sangat kuat sehingga jika sunnah tersebut ditinggalkan, dianjurkan untuk menggantinya dengan sujud Sahwi.
Sebagaimana dijelaskan bahwa Imam Syafii memposisikan Qunut Subuh sebagai sunnah Ab’ad, tentu beliau tidak hanya memfatwakan hal demikian akan tetapi sudah bisa dipastikan beliau tidak meninggalkan Qunut subuh yang beliau Yakini sebagai amalan sunnah Ab’ad tersebut.
baca juga: Para Ulama Menyikapi Perbedaan dengan Sikap Toleran (1)
Namun kebiasaan beliau melakukan qunut ketika shalat subuh itu beliau tinggalkan demi menunjukkan sikap hormat dan toleransi terhadap pandangan ulama lain.
Kisahnya adalah ketika Imam Syafii berziarah ke Makam Imam Abu Hanifah ulama besar pendiri Madzhab Hanafi kelahiran Kufah tahun 80 H. Sebagaimana diketahui Imam Syafii memiliki pandangan berbeda dengan Imam Abu Hanifah soal Qunut subuh, bagi Imam syafii qunut subuh hukumnya sunnah muakkadah sementara bagi Imam Abu Hanifah Qunut subuh tidaklah disunnahkan.
Sebagai bentuk penghormatan dan sikap toleransi Imam Syafii terhadap pendapat ulama lain dalam hal ini imam Abu Hanifah, maka Imam Syafii Ketika berada di komplek pemakaman Imam Abu Hanifah, beliau memilih meninggalkan Qunut subuh dan tidak menggantinya dengan sujud Syahwi.
Hal ini menunjukkan bahwa yang beliau lakukan adalah sesuai dengan madzhab Imam Abu Hanifah yang tidak mensunnahkan Qunut subuh.
Sikap Imam Syafii tesebut merupakan suri tauladan dalam menyikapi perbedaan, para ulama terdahulu telah memberikan contoh bagaimana pentingnya menyikapi perbedaan dengan sikap toleran.
Sikap toleran inilah yang kemudian melahirkan kenyamanan dan kedamaian walau dalam perbedaan pandangan sebagaimana tujuan islam itu sendiri untuk mewujudkan tatanan yang damai dalam perbedaan.
baca juga: Membedah Penafsiran Ayat Jihad
Konsistensi Ulama Dalam Menjaga Toleransi.
Dalam madzhab Syafii ada satu kaidah yang berbunyi
الخروج من الخلاف مستحب
Menghindari perbedaan adalah sunnah
Maksud dari kaidah itu adalah, memilih sikap toleransi terhadap pandangan keagamaan yang berbeda demi terhindarnya perselisihan adalah sunnah, maka banyak sekali madzhab syafii menghukumi sunnah suatu amalan walau tidak ada dalil yang pasti sesuai standar madzhab syafi’i, namun oleh ulama lain amalan itu dihukumi wajib.
Atas dasar menjaga toleransi maka madzhab syafii menghukuminya sunnah (dengan harapan pengikut madzhab syafi’i tetap mengamalkan nya, sehingga madzhab lain melakukan karena wajib, sementara madzhab syafi’i juga melakukan demi menjaga agar tidak nampak perselisihan) dalam bahasa kitab kalsiknya sering disebut dengan istilah (خروجا من الخلاف) menghindari perselisihan.
Jika sikap toleransi yang diajarkan ulama itu dijadikan pegangan dalam menjalankan paham keagamaan, niscara tidak akan ada perselisihan ataupun kekacauan atasnama agama, karena pada dasarnya agama mengajarkan kedamaian dan sikap toleran.
Dari berbagai sumber.